Pages

Wednesday, March 3, 2010

aku memanggilnya

Pict : tulip disaat musim semi di depan kampus

Pukul 10:00. Aku terburu-buru mencari tau dimanakah ruangan 81a di gedung Beyerbau. Lorong-lorong itu seperti labirin yang tak ada habisnya. Dia seperti berusaha menelanku yang lagi kebingungan pagi itu.

Bangunan berdinding beton. Kokoh dan sudah berumur. Memang layak dijadikan simbol universitas ini, pikirku. Kusisipkan rasa kagum ditengah kepanikanku mencari ruangan tempat orientasi jurusan, di winter semester tahun itu.

"Mein Gott! Terimakasih buat apa yang Engkau percayakan padaku".

Berkali-kali kata itu berdengung kencang menggetarkan jiwaku, saat aku menyaksikan detil gedung itu semakin dekat.


Sementara, mataku liar meneliti tulisan kecil yang sangat mini ditiap pintu. Tak lebih dari sepuluh senti persegi ukurannya. Hijau tua. Dia terlihat anggun memainkan peran disetiap pintu besar dari kayu itu.

"Hey! Anak Rehabilitasi kan?"

Sapaan ramah seorang pria berambut pirang, yang aku tidak tau dia siapa. Hanya kata kunci Rehabilitasi membuatku menurut saja ikut dengannya.

"Sudah ngumpul banyak, para Professor juga!" suaranya begitu semangat.

Dia sempat menanyakan apakah semua urusanku sudah beres. Mulai dari residence, membuka rekening bank, melapor ke sekretariat mahasiswa asing sampai detil membaca jadwal naik kereta.

"Baik sekali, pikirku!"

Sayang, semuanya sudah aku jajakin sendiri dan pastinya memerlukan lebih banyak waktu dibanding kalau aku sedikit bersabar menunggu dia.

Aku mencari tempat duduk kosong. Lalu diberi map kuning. Tak sengaja warna itu membalutkan rasa rindu dengan almamater terdahulu. Saat yang sama. Ketika merasa asing diantara yang lain.

Aku menarik dua lembar kertas berisi nama peserta. Dengan sembarang aku mencoba menebak nama dengan wajah yang duduk disana. Aku memainkan rasa sok tau tertinggi saat itu.

"Wow! Simanjuntak."

Aku keduluan senang karna ini pasti dari negara yang sama denganku. Tapi rasanya tidak ada yang mengarah ke wajah itu ya? Sementara yang aku dengar, peserta yang belum hadir hanya dari Damaskus, dua dari Irak dan dua dari Jepang. Hm. Berarti dia sudah disini.

Sebagai penutup acara. Undangan barbeque bersama sore itu disampaikan.

Kita berusaha saling tegur sapa sesama peserta baru. Tapi aku tetap ingin kenalan dengan Simanjuntak terlebih dulu. Setelah berpikir-pikir, aku memutuskan mendekati wanita berambut panjang dan ikal yang duduk sehadap denganku tadi. Hidungnya ditindik. Cantik. Tapi sepertinya dia cocok jadi Simanjuntak, walau tipis. Lagi-lagi aku mengira-ngira.

"Hai. Dari Indo ya?"

Aku mengulurkan tangan. Respon bingung dari wanita itu membuat aku malu setengah mati. Kenapa juga aku membuka percakapan seperti itu sebelum tau pasti. Aku menyesali diri. Tapi apadaya, sudah kepalang basah. Jadi kupaksakan menatapnya saja.

Aku mengulang lagi dengan bahasa yang tidak sama.

"Ah. Ternyata bukan!" dia bukan dari negaraku.

Haha. Dia dan aku tidak ragu mengakhiri dengan tertawa geli saat itu. Seharian kita ikut pengenalan kampus. Dan menjadi awal dari kedekatan kita.

Hampir lima tahun setelah percakapan itu. Dalam kekonyolan. Keanehan. Stress yang tinggi. Kami masih tetap bisa saling menertawakan satu sama lain. Ada hal yang unik kutemukan dalam diri dia, mungkin itu yang membawa persahabatan kami mengalir.

Iya. Aku memanggilnya sahabat!

***

Kita tidak perlu fasih berbahasa untuk mengetahui pemikiran satu sama lain. Kedekatan hati punya jalannya untuk membuat segala sesuatu lebih sederhana dan dimengerti.

"Alles gute zum geburtstag!"

Selamat Ulang Tahun, Sahabat!


****


Yang ditulis terburu-buru, tanpa konsep.
03.03.2010