Pages

Friday, February 19, 2010

Bocor

Mami menggeliat malas di atas tempat tidur. Sekilas diliriknya jam dinding yang tergantung di atas kusen pintu kamar dengan mata setengah terpejam. Jam enam lebih tiga puluh menit. Mami mengusap-usap matanya masih dengan setengah sadar. Sisa-sisa kantuk masih menggantung di sana. Semalam Mami baru tidur pukul empat karena keasyikan main Facebook. Chatting dengan teman lama. Berbalas komentar-komentar tidak penting. Tertawa-tawa sampai lupa waktu. Dan sekarang sudah pukul…

“Apaa??!!!” Mami menjerit dan terlompat dari tempat tidurnya.

“Jam setengah tujuh? Kenapa alarmnya gak bunyiiii???!!!” jerit Mami sambil bergegas ke dapur.

Ditampungnya air dari keran ke dalam panci besar. Sambil menunggu panci penuh, Mami segera menjerang air minum di panci kecil untuk memasak mi instan, sarapan darurat di kala kesiangan. Ironisnya hampir setiap pagi mereka sarapan ala darurat seperti ini.

“Ya ampuun!!! Kesiangan lagi! Papiii, bangunin anak-anak doong! Ini hari senin, upacara!!” pekik Mami masih dalam kepanikan.

“Duuh, selalu begini deh. Kenapa sih ini mata nggak mau merem kalau malem? Giliran udah subuh baru bisa tidur. Gimana nggak kesiangan melulu!” omel Mami sendiri.

Panci besar sudah penuh. Cepat-cepat Mami meletakkan panci itu ke atas kompor dan menyalakan apinya. Sambil menunggu air untuk mandi anak-anaknya itu matang, Mami kembali berkutat dengan bumbu-bumbu mi instan. Tiga menit kemudian mi goreng instan sudah siap tersaji di atas meja makan. Benar-benar instan!

Mami menarik nafas mengumpulkan energinya kembali. Rasa kantuk masih tersisa sedikit di pelupuk matanya. Ditepuk-tepuknya pipinya sendiri seolah ingin menyadarakan dirinya kalau dia harus tetap terbangun.

“Perjuangan masih panjang, Nyonya!” ucapnya pada diri sendiri.

“Membangunkan anak-anak. Menyuruh mandi mereka. Memakaikan seragam dan sepatu. Menyuruh mereka sarapan. Mengeluarkan mobil. Mengantarkan mereka ke sekolah. Pergi ke pasar. Masak. Nyapu. Ngepel. Nyuci. Nyetrika. Oh Tuhaan!!!” Mami meracau sendiri.

Air di panci besar sudah menggelegak mendidih. Cepat-cepat Mami mematikan kompor.

“Papiii!!! Tolongin Mami doong! Bangunin anak-anak! Ya ampuun, ribet nih kalau sendirian!” pekik Mami sambil mengangkat panci besar berisi air panas itu hati-hati.

Papi menggeliat sedikit mendengarkan keributan yang dibuat Mami dari tadi.

“Iyaaa…” sahut Papi.

Byurr! Mami menuangkan air panas itu ke dalam ember besar dalam kamar mandi.

“Iya, iya, tapi nggak bangun-bangun!” Mami terdengar menggerutu lagi dari dalam kamar mandi. Diambilnya air dari dalam bak mandi dengan menggunakan gayung. Dituangkannya air dingin itu ke dalam ember berisi air panas tadi.

Byurr! Byurr! Byurr!

“Dulu kan kita udah sepakat, kalau punya anak kita harus sama-sama ikut ngurusin. Iya sih, Papi capek cari uang. Tapi kan aku juga capek ngurusin anak-anak di rumah. Sekali-sekali ikut terlibat dong ngurusin keperluan anak-anak sekolah” omelan Mami sepertinya belum bisa berhenti.

Byurr! Byurr! Byurr!

“Mami sih nggak masalah kita nggak punya pembantu. Tapi kan bukan berarti semuanya bisa Mami kerjain sendiri. Tangan Mami kan cuma dua” lanjut Mami lagi.

Byurr! Byurr! Byurr!

“Coba deh sekali-sekali Papi ditinggalin bertiga aja sama anak-anak, bisa nggak? Mami jadi pengen tau! Uuuh….kenapa ni ember nggak penuh-penuh sih?” Mami masih mengomel sambil memperhatikan isi ember yang tidak kunjung penuh itu.

“Ya ampuun!!! Embernya bocoooor!!!” jerit Mami kesal.

“Hahahahaa….” terdengar suara tertawa dari balik punggung Mami. Dua anak Mami yang manis dengan rambut masih berdiri dan mulut masih bau tengah berdiri di depan pintu kamar mandi menertawakan si Mami. Papi juga sedang berdiri di situ tersenyum geli.

“Makanya, bangun tidur berdoa dulu!” kata si sulung tergelak.

“Makanya, jangan main fesbuk melulu!” sambung si bungsu sok tahu.

“Makanya…” Papi tidak meneruskan kalimatnya karena melihat Mami sudah melotot ke arahnya.

Mami manyun. Gara-gara kesiangan? Gara-gara lupa berdoa bangun tidur? Atau gara-gara ember bocor? Yang pasti pagi itu tetap berjalan seperti biasa, penuh kericuhan.

4 comments:

Winda Krisnadefa said...

sorry ya...akhirnya aku pake cerpenku yg udah tayang di kompasiana...hiks...
anakku mandadak rewel nih, bangun tengah malem...ffiuuh, untung punya cadangan....

keisa said...

mbak Winda....hihihi...aku ngak baca komentarnya dulu, jadilah aku baca lagi...di awal paragraf, tadinya aku pikir, sepertinya Eka Skunyos kalo ceritanya di improve..

sep mbak, masih beruntung mbak ada stok...mudah2an anaknya gak rewel, ntar kesian kalo bangun kesiangan besok :-)

liecita said...

hehehe...aku uda baca di kompasiana...tapi seru koq...lucu abis....

Irene said...

hihii..aku udah pernah baca nih... based on true story..