Pages

Saturday, February 6, 2010

Sakit

Sesak hati ini. Jiwaku bagai terhimpit diantara sela-sela karang. Kuambil dan kubuka lagi amplop besar itu. Kutilik dan kupandang dalam-dalam lembar demi lembar dalam album itu. Aku masih tak percaya, semuanya harus berlalu dengan cara begini! Lima tahun kita lalui bersama, tanpa terlintas sedikitpun menorehkan luka yang begitu dalam.

Semakin kupandangi gambarnya, semakin ku tak percaya itu adalah dia. Kubingkai gambarnya dengan frame kaca favoritku. Kuletakkan kedalam kotak kecil. Aku berjalan perlahan ke halaman belakang rumahku. Rumah yang ia belikan untukku. Rumah yang mestinya kami tempati bersama. Telah kugali lubang kecil dengan tanganku sendiri, untuk meletakkan semua ini. Penggalan kenangan kami. Semuanya, agar tak ada sisa kenangan diantara kami, bahwa kami pernah bersama merajut kasih yang kini telah terkoyak. Kuingin menguburnya dalam-dalam.

Tak sulit menjual rumah ini. Rumah yang akhirnya ia berikan menjadi milikku. Tapi..., entahlah rasanya untuk yang satu ini masih berat bagiku. Kulangkahkan kakiku kala matahari mulai bersinar dengan teriknya, namun teriknya mentari, rasanya tak mampu meluluhkan hatiku yang kurasakan beku. Kuserahkan kunci ke security kompleks, untuk merawat rumah ini, mengontrakkannya bila ada yang berminat, dengan satu pesan kecil bahwa bila ia tanya, katakan rumah ini sudah dijual.

Roda-roda bis terus berputar, perlahan namun pasti menghantarku ke kota asalku. Ku terus termenung dalam bis yang terus melaju. Anganku melayang, mengingat semua kenangan indah bersamanya yang kini telah ia akhiri. Ah! Bukankah aku sudah bertekad melupakannya? Tak mungkin kami bisa merajut mimpi seperti dulu lagi, karna semuanya kini tak sama lagi. Tapi, mengapa kenangan-kenangan itu masih saja mengusikku?

Matahari hampir terbenam mengakhiri tugasnya hari itu. Semakin kutahan, anganku semakin mengembara kemasa-masa indah dulu, seiring laju bis yang terus berputar. Pedihnya perasaanku. Lima tahun bersama, ternyata aku tak mengenalnya sedikitpun. Betapa bodohnya diriku, dipermainkan perasaan.

Akhirnya aku tiba di kotaku. Tak mungkin ku pulang kerumah orang tuaku dalam keadaan seperti ini. Hanya akan membuat mereka gelisah dan khawatir. Kuputuskan untuk menginap di hotel. Ah! Hotel ini lagi.

Begitu letihnya diriku, sampai akhirnya kuterlelap dengan segala galauku. Sebuah mimpi buruk membuatku kembali terjaga. Sementara diluar sana, sang rembulan bersinar dengan begitu indahnya. Namun, mengapa ku tak bisa nikmati keindahan itu? Usapan lembut sang bayu tak mampu sejukkan hati ini. Aku merindukannya. Kurindu belaiannya. Kurindu kehangatannya. Ingin rasanya kupunya sayap, agar ku dapat terbang menjemputnya, menemaniku melalui malam ini, seperti malam-malam yang dulu, agar tak sunyi diri ini.

***

Sebulan sudah kami berpisah. Kutinggal bersama orang tuaku. Mereka kini bisa mengerti semuanya. Tapi, mulai ada yang tidak beres denganku. Kumulai sering sakit. Kesedihan ini nyaris membunuhku. Makanan mulai sulit kucerna. Tubuh ini menolak asupan makanan. Sampai akhirnya orang tuaku memaksaku ke dokter. Memastikan penyakitku. Padahal aku tau pasti, tak ada obat untuk sakitku, karna sakitku adalah sakit rindu yang teramat sangat dalam. Karna ternyata aku tak mampu melupakan kekasih hatiku. Adiyanto.


Semua tercengang. Shock. Aku ternyata tidak sakit. Hanya saja..., ada mahluk kecil bertumbuh didalam rahimku! "Tidak mungkin!" Jeritku histeris. Mengapa baru sekarang benih itu bertumbuh dirahimku? Mengapa setelah semuanya terlambat?

***

Keluargaku memutuskan untuk pindah. Pindah dari kota ini. Agar dia tak tau dimana kami. Agar dia tak pernah tau, ada benihnya dirahimku.

-Inge-

18 comments:

Indah said...

Yuliee.. errmm.. ini udah boleh dikomentarin belon yaa?

*eehh.. padahal ini juga udah komentar yaa, huehehehe :p*

(nunggu ijin dulu dhe)

liecita said...

kembali ke cerita Inge, masih nyambung dgn sebelumnya: sendiri, kepergianmu, dan dia.

semoga terhibur ya....

Miss G said...

Huhuhu... *kasian kamu Inge*

liecita said...

@indah: hahahaha...monggo say... :)

liecita said...

@mbG: makin gila konflik'nya...ntar bingung buat ending'nya..hahahah....

Miss G said...

Yulie, bukannya malahan seru, huahahah... jadi bisa dimain2kan gitu perasaan yang membaca.

Btw, Inge bakalan ketemu lelaki lain ga nih? Huehuehuheuee... kan seru bahwa along the way ada lelaki lain gituh.. ;)

*Jadi ingat ttg karma, atau what goes around comes around*

liecita said...

maybe ;)
ahahahah...puter otak buat next week

Irene said...

Yul...makin seru nih,makin banyak konflik,makin banyak cerita ya...jadi kayak nunggu cerber nih..;))

Unknown said...

Whaaaa... nama nya sama dgn namaku :)

ami said...

lie bagus sangat, bisa nyambung dengan cerita2mu yang lalu. lanjutin lie, makin penasaran nih

liecita said...

@irene: hehehe..thx ya.. so don't miss it :)

@inggrid: ouw...kebetulan ya :)

@mba ami: makasih ya mba :)

keisa said...

kasian amat Inge...masa setelah lima taon berakhir gak jelas gini, lagi hamil pula :(

top mbak, ditunggu edisi selanjutnya ya...

liecita said...

ahahaha...uda jatoh, ketimpa tangga pula...thx say :)

- said...

Inge. Saya tahu bagaimana rasanya patah hati. Belum lagi ditambah ngidam hamil muda. Pasti setengah mati. Mbak Yulie, pintar sekali menggambarkan sakit itu. Luar biasa.

Indah said...

Huhuhu.. Ingee.. jangan lama2 yaa sedihnya, inga2 ada janin yang sedang bertumbuh yang konon bisa menyerap emosi ibunya..

Aahh aahh.. makin seru aja neehh ceritanya, Yuliee, uhuyy uhuyyy.. ditunggu lhoo kisah selanjutnya, Neng!! Yihaa ^o^

liecita said...

@ekasari: berjuta rasanya ya? hahaha...

@indah: aku juga kangen kamu kembali disini indah.....*huhuhu

Winda Krisnadefa said...

yuuul....yang ini lebih berasaaa emosinya...aku terbawa, terhanyut, kelelep...heheheheee

liecita said...

hihihi...aku lemparin ban renang deh supaya selamat :) qqqqqq