Pages

Friday, January 29, 2010

Kebaya Pengantin




Tanti lagi ribet. Pernikahannya sudah di depan mata dan dia merasa semua persiapan masih mentah. Hampir setiap hari Tanti uring-uringan dibuatnya. Ada saja yang membuat dia senewen dari mulai bangun pagi sampai saat dia berangkat tidur. Semua orang di rumah kena getahnya. Mami kena semprot gara-gara catering service yang di pilih Mami tidak mau memberikan tester. Papi juga tidak luput dari omelannya gara-gara belum juga memesan layanan bis besar untuk mengangkut keluarga besarnya dari rumah menuju gedung tempat pernikahan.
Owwh, bicara soal gedung kepala Tanti makin nyut-nyutan. Setelah sempat bersitegang untuk bisa mendapatkan tanggal yang diinginkan, Tanti masih belum puas karena dia menginginkan resepsi diadakan malam hari. Akhirnya dengan sedikit kesal, Tanti mengalah untuk memajukan waktu resepsi menjadi siang hari karena sudah ada pasangan lain yang membayar DP untuk malam harinya. Semua serba tidak sempurna, begitu pikir Tanti. ‘Padahal aku ingin segalanya sempurna’ batin Tanti. ‘Bukankah ini hari bahagiaku? Semua harus terlihat sempurna dan aku juga harus terlihat sempurna seperti seorang ratu’ tekadnya.
Tanti menatap ke arah cermin di dekat meja riasnya. ‘Oh Tuhan, siapa perempuan gendut dalam cermin itu?’ teriak Tanti dalam hati. Teringat ucapan Tante Siska, perias pengantin yang dipilihnya, saat dia melakukan fitting seminggu yang lalu. “Tanti, kalau kamu tetep ngotot mau pakai kebaya yang maroon ini, paling tidak kamu harus bisa nurunin berat badan sepuluh kilogram lagi baru bisa muat. Tante sarankan ya, kamu pilih yang warna lain aja yang ukurannya sesuai sama badanmu” Tante Siska menjelaskan tanpa perasaan. Tanti hanya bisa menelan ludah. Baginya menyerah dan berubah pilihan adalah suatu kekalahan. Dia sudah mimpi-mimpi akan memakai kebaya berwarna maroon dengan aksen emas dalam pernikahannya kelak. Tanti tidak pernah berpikir kalau dia perlu menjahit kebaya sendiri untuk ukuran tubuhnya yang sedikit lebih besar dari ukuran normal, karena dia tidak punya satu penjahit pun yang bisa dipercayanya.
Saat Tanti ke tempat Tante Siska, matanya langsung tertumbuk pada kebaya maroon yang dipajang di patung mannequin di tempat display kebaya pengantin. ‘Uuuh, ini dia kebaya pengantinku!” tekadnya dalam hati. Sayang seribu sayang, saat fitting ternyata kebaya itu ‘sedikit agak terlalu’ kekecilan untuknya. Tanti ngotot menggunakan kata ‘sedikit agak terlalu’. Biarpun Tante Siska sudah mengultimatumnya untuk bisa menurunkan berat badannya sepuluh kilogram dalam waktu tiga minggu, Tanti tidak mundur. Dia yakin bisa menurunkan berat badannya dalam waktu singkat.
Mulailah hari itu Tanti puasa mutih. Hanya makan nasi putih dan minum air putih. Setiap hari!
‘Gila kamu, ya?” Mami protes keras melihat kenekadan Tanti. “Kamu bisa mati lemas kalau tiap hari kaya begitu. Bisa-bisa pas hari H kamu malah nggak segar. Mau?” tanya Mami lagi.
“Mami, pokoknya itu kebaya harus muat! Aku nggak peduli gimana caranya.!” Tanti ngeyel. Sifat dasar yang sudah mendarah daging dalam dirinya dan sudah sangat dimaklumi oleh Mami dan Papinya.
“Mami kan udah bilang jauh-jauh hari, coba pergi ke Tante Rini yang penjahit itu. Dia kan kalau jahit kebaya lumayan bagus. Kenapa sih nggak jahit kebaya sendiri aja? Kenapa harus sewa? Udah gitu mending pas di badanmu!” Mami masih berusaha mengalihkan pendirian Tanti.
“What? Tante Rini? No way, Mami! Bisa-bisa kebayaku nggak jadi pas hari H-nya. Udah gitu belum tentu enak dipake. Kalau nggak enak, mau nggak mau harus dibongkar lagi jahitannya. Wuuah, pokoknya nggak sempurna! Aku nggak mau!” Tanti tetap ngeyel.
“Terserah!” Mami kesal sendiri.
“Iya, dong! Terserah aku! Ini kan pernikahanku! Week!” Tanti cuek membalas kedongkolan Maminya. “Trus Mami jangan lupa ya, bilangin Tante Gina yang jutek itu untuk jadi pengawas cateringku. Biar nggak dikerjain. Aku nggak mau sampai kejadian makanan dibilang udah habis, padahal tamu masih banyak yang belum datang. Pokoknya semuanya harus SEM-PUR-NA!” sambung Tanti lagi.
“Capedee!” Mami berlalu sambil memegang kertas-kertas hasil rapat panitia pernikahan putri satu-satunya itu. Tanti melanjutkan mematut-matut dirinya di depan cermin.

Sudah dua minggu Tanti mutih. Tinggal seminggu lagi waktu yang tersedia untuk Tanti menurunkan berat badannya sesuai yang diinginkannya. Tanti siap-siap menimbang berat badannya sore itu di kamarnya. Hatinya dag dig dug ingin melihat hasilnya. ‘Paling tidak harusnya beratku udah turun tujuh kilogram. Pliiis Tuhan…’ harap Tanti sambil naik ke atas timbangan badannya.
“Whaaaat??? Cuma empat kilo?? Nggak mungkiiin!!!” jerit Tanti keras.
“Tantiiii!!! Kamu kenapaaa???” Mami berteriak kaget mendengar jeritan Tanti barusan.
“Nggak papaaa, koook!” balas Tanti cepat-cepat. ‘Huuuh…harus dibantu apa lagi nih, biar cepet turun?’ Tanti mulai berpikir keras.
Sebenarnya minggu lalu, Yulie sahabatnya sudah menawarkan susu penurun berat badan. Kata Yulie hasilnya tokcer. Bisa turun berat badan sampai lima kilogram dalam satu minggu. Tapi Tanti menolak. Menurutnya mutih lebih ampuh menurunkan berat badannya. “Kalau cuma lima kilo, mendingan gue mutih aja deh, Yul. Pasti bisa turun lebih banyak lagi kalau aku cuma makan nasi putih dan minum air putih thok!” katanya saat itu ke Yulie.
Tanti jadi berpikir ulang tentang tawaran Yulie itu sekarang. Waktunya tinggal seminggu lagi dan dia masih harus menurunkan beratnya sebanyak enam kilogram lagi. Kalau susu itu benar bisa menurunkan berat badannya sebanyak lima kilogram dalam seminggu berarti masih ada satu kilogram lagi yang harus dipikirkan bagaimana caranya untuk dienyahkan.
Aha! Tanti punya ide. Segera diambilnya handphone dan dihubunginya Tante Siska. Tulisan ‘Perias Pengantin Jutek’ segera muncul di layar handphonenya. Tanti Cuma meringis melihatnya sekilas.
“Halo, Tante. Aku mau nanya. Kalau aku pakai korset dua nomor lebih kecil, kira-kira bisa muat nggak ya kebayanya di aku?” tanya Tanti tanpa basa-basi begitu telponnya dijawab Tante Siska.
“Hah? Kamu udah gila ya? Bisa sesek napas kamu tau!” Tante Siska sedikit menjerit menjawab pertanyaan Tanti yang tidak disangka-sangkanya.
“Nggaklaaah….Kan makenya cuma sebentar. Pakenya di kait yang paling belakang. Udah, gini aja deh, tiga hari lagi aku ke tempat Tante buat final fitting. Sediain korset ukuran kecil ya. Aku mau test!” Tanti memutuskan sendiri.
“Terserah kamu deh” jawab Tante Siska malas. Tante Siska hanya bisa geleng-geleng kepala setelah memutuskan pembicaraan dengan Tanti di telpon. Selama dua puluh tahun menjadi perias pengantin dan penyedia kebaya pengantin, baru kali ini dia mendapat pelanggan seperti Tanti. Cerewet minta ampun, omelnya dalam hati. ‘Padahal aku udah masuk kategori judes, kok dia bisa lebih judes dari aku ya?’ tanyanya sendiri dalam hati.

Tanti berjalan sempoyongan menuju rumah Tante Siska. Sudah beberapa hari ini kepalanya sakit sekali. Tanti bukannya tidak menyadari keadaan dirinya. Dia tahu kalau tubuhnya sudah mulai lemah karena aksi diet gila-gilaan yang sedang dilakukannya. Bayangkan, mutih alias Cuma makan nasi putih dan minum air putih, di tambah malam cuma minum segelas susu penurun berat badan dari Yulie dan dilengkapi dengan sit up dan push up tiga set tiap pagi dan malam. Tapi bukan Tanti kalau menyerah begitu saja.
“Bisa nafas nggak kamu?” tanya Tante Siska begitu selesai mengaitkan kaitan terakhir korset yang dipakaikannya ke Tanti.
“Bisaaa….” Jawab Tanti sambil menahan nafasnya.
“Coba duduk!” perintah Tante Siska.
“Nggak usah! Nanti juga kan aku berdiri terus salaman sama tamu-tamu” jawab Tanti mengelak. Bukan apa-apa, berdiri saja rasanya perutnya sudah mau meledak, apalagi dibawa duduk? Huuufff…..
“Ya udah, kalau kaya begini, kayanya sih bisa pake kebaya maroon itu” kata Tante Siska akhirnya.
“Good!” jawab Tanti senang. “Lepasin dong, Tante! Udah selesai kan fittingnya?” tanya Tanti cepat berusaha untuk keluar dari korset super ketat sialan itu secepatnya.

Kebaya maroon manyun tergantung di pintu kamar pengantin bernuansa maroon dan emas. Seandainya dia bisa bicara, pasti dia sudah ngomel-ngomel panjang sejak tadi.
“Sialaaan! Dipaksa, dirobek dan dimuntahin! Ini pemerkosaan! Bener-bener hari siaaal!” begitu kira-kira si kebaya maroon akan mengumpat.
Pengantin wanita tampak terkulai tengkurap di tempat tidur pengantin bertabur mawar merah. Bibi tengah berkarya di punggungnya membuat garis-garis miring berwarna merah dari sebuah koin berbalur minyak. Tanti lagi kerokan akibat masuk angin akut, lemas kurang cairan dan keluhan-keluhan lainnya.
“Oooh, my perfect wedding….” Bisiknya kesal mengingat tragedi muntah dan hampir pingsan di atas panggung saat tengah menerima ucapan selamat dari para tamu.

Dua hari kemudian Tanti memberanikan diri menghidupkan handphonenya setelah kejadian memalukan di hari pernikahannya itu. Di dengarnya satu per satu pesan dari teman-temannya yang memuji-muji dirinya terlihat cantik saat itu. “Huh! Dasar pembuohong semua!” maki Tanti dalam hati. Mereka pasti sekarang tengah berkumpul dan mentertawakan dirinya di sebuah cafĂ© entah di mall mana kali ini.
“Halo, Tanti. Kamu harus ganti ya harga kebaya tempo hari. Sobeknya sampe panjang banget gitu di bagian belakang. Udah Tante bilang, jangan dipaksain, kamunya ngotot sih!” terdengar suara Tante Siska dari layanan voice mail handphone Tanti pada pesan terakhir yang di dengarnya.
Hap! Tante memasukkan sepotong besar pizza ke dalam mulutnya sambil mematikan handphone-nya kembali.

*ilustrasi diambil dari http://textilesbykomang.com/Kebaya_Nirina_Maroon.JPG*

12 comments:

Winda Krisnadefa said...

sebenarnya mood saat membuat cerpen ini lagi gak karu-karuan....aku masih bingung mikirin teman kita yang satu itu...hiks, kemana dirimu, sahabat?
tapi dasar gw susah berpuitis manis mendayu lemah lembut penuh rasa, tetep aja jadinya nih cerpen...ya gitu deh...hehehehehee...
selamat membaca...tidak ada maksud untuk menyindir pihak2 tertentu...ini cuma cerpen...plis deh...^^,

- said...

Mbak Winda, mana bagian 'tak karuan'nya? Ini malah bikin saya ketawa sambil menangis...
Mbak Winda, tidak bisakah hari ini post cerita pendek lebih banyak lagi?

Anonymous said...

Bagus wind.. Gw suka sm cerpen loe.. :-)

liecita said...

duh, koq aku ada di cerpenmu? hehehe...
*aku juga masih memikirkan si kelingking yang menghilang :(

ami said...

oalah winda kalau lagi ngga karuan malahan tetep bisa bikin cerpen yang okeeee :D.
di deretan blogernitapun si dia menghilang.
cepetan balik dear, semua rindu kamu

Lina said...

maksa banget ya Tantinya. jadi pingsan deh...

Winda Krisnadefa said...

eka : duuuh, eka...i wish i could cheer you up....tapi kalo posting cerpen lebih dari satu? hiks, belum sanggup...wkwkwkwkwk

anonymous : kayanya aku tau siapa dirimu...hehehehe...tengkyu ya....^^,

lie : hehehehee....numpang nyatut nama ya...misi misiii...^^.

ami : makasih, mi...
iya ya, dia menghilang begitu saja....=((

lina : ini base on true story temenku, lin....hehehehee....

- said...

Mbak Yulie. Kalau cerita pendek ini masuk media, jangan lupa minta royalti... Hihi.

Irene said...

Win..lucu banget..seneng gw bacanya.gw berusaha tarik napas terus,mbayangin Tanti ngepas kebayanya..hihihi.... bener2 fun dan menyenangkan suasana hati yg lagi jg gak karu2an,ngeliat temen kita ilang jg dari bloggernita.. ada apa sebenarnya ya?????

Indah said...

Hmmphhh.. kebayang dhe gimana sesak napasnya pas pake Tanti pake tuh kebaya yaa, ahahaha :D

*membayangkan adegan pesta pernikahan*

Windaa.. ini kayanya kalo dijadiin FTV lucu jugaa ^o^

(aww.. kebayaa.. nasibmuu..)

Winda Krisnadefa said...

eka : hahahaaa...tenang aja yul...kalao cuma GMB2 doang mah royaltinya, masih sanggup...(lha? kok jadi ngomongin petsos?) hihihihi

irene, indah : wkwkwkwk...gak usah dibayangin deh...yg pasti sesek banget pastinya...hehehehee

Ceritaeka said...

ahahhaaiiii... seitunya si tanti nih :)
Aneh ya kenapa gak mau bikin.. kebaya kan bisa dipake2 lagi nantinya...

Tapi mesem2 baca kebingungan tante siska krn dia kalah judes hahahha