Pages

Saturday, January 9, 2010

Sebuah Laci Yang Berbeda: Prosa Tentang Rumput dan Ilalang

“You know you're in love when you can't fall asleep because reality is finally better than your dreams.” Dr. Seuss

Malam itu Rumput tak bisa tidur, sebab ia sibuk memikirkan Ilalang. sedang apa engkau kekasih, bisiknya mengusir Mimpi yang mencoba membujuknya untuk tidur bersisian. aku belum ngantuk! sungut Rumput. Mimpi tahu dia berbohong. bukan itu alasan yang sebenarnya. Kau isteriku! biniku! perempuanku! setiap Matahari sembunyi dan masuk ke dasar danau itu kau adalah milikku! desaknya gusar. berhentilah main mata dengan Angin, Rumput! berhentilah!

Rumput melambai ramping, tubuhnya yang langsing melesat dari dekapan Mimpi dan menari menuju tengah ruangan, menjauhi peraduan. Dia tersenyum mengejek, beringsut-ingsut mengitari peraduan dalam jarak yang aman. Rumput tahu benar bahwa Mimpi terikat erat di sana, oleh rantai-rantai perjanjiannya dengan entah apa, mereka sama-sama tahu namun sama-sama tak menyebutkan nama. Kejarlah daku kalau engkau menginginkan aku, maka aku milikmu. desahnya menggoda, matanya mengerjap, melemparkan kegenitan semu sebelum ia mengeluarkan lidahnya tanda mengejek. Kau, tak mampu! Mimpi memalingkan wajah merasa sakit dikebiri. mengumpat dalam bahasa yang tanpa terjemahan aksara. Rumput tertawa ditahan.

aku ingin menusuk bulan. desis Rumput perlahan ketika mengintip dari celah jendela. cahaya bulan masuk samar-samar menepi hingga ke sudut kiri kamar. Rumput menatapnya dengan kelembutan yang mengiris kalbu. ada gesekan biola di sana, diantara tatapan itu. Mimpi menguap, dia mulai merasa tak menemukan tempat dan bertanya-tanya, benarkah perempuan ini perempuannya, bininya, wanitanya? kalau iya, mengapa jarak sejengkal itu tak mampu diseberanginya? apa yang menghalanginya? Mimpi menggeleng enggan. dia enggan berpikir. dan melarutlah dia dalam larung malam. menguap bagai asapan. hilang.

bye, bye, sayonara, selamat tinggal, bisik Rumput menatap asap yang tersisa, setelah disiramnya dengan kopi kental. ah, terlalu mudah mengalahkanmu mimpi, terlalu mudah.

Psst... sesuatu berbisik begitu dekat di telinganya. Rumput terkejut. Siapa? tanyanya. Bulan tersenyum manis dari luar jendela. aku. di sini, di atas sedikit dari pandangan matamu. Rumput mengangkat pandangannya, menatap bulan. Bulan berbisik lembut, kau menginjak cahayaku, aku tak bisa bergerak bebas, sudut perputaranku menjadi tersendat. tolong geser kakimu lima senti saja ke kanan. tapi aku ada di sini, protes Rumput, kakiku tak menginjak cahayamu sama sekali. bulan menggelengkan kepalanya, lihatlah, kaki bayanganmu, desaknya. Rumput menoleh, ah.. itu maksudnya. baiklah aku kan menggesernya lima senti ke kanan.

Terimakasih, bisik Rembulan mesra. ingin aku mengecup pipimu. Ohoho... Rumput menggeleng, tidak bisa. aku bukan perempuanmu. aku adalah aku yang tidak harus tunduk pada keinginanmu. aku tak akan memasungmu, protes Rembulan, sungguh. Rumput berayun menggeleng. Tidak. dan tidak. dan tidak. aku sudah memilih siapa yang boleh mengusap pipiku dan mengecupnya.

Ah.. Bulan mengangguk. Dia, rupanya. Rumput tersenyum samar. Hmm, kau tahu? Rembulan tertawa kecil. Aku mengintip jalan setapak menuju danau, setiap malam aku menembus gelap dan membiarkan cahaya-cahayaku merayap untuk bermain di sana. aku melihat kalian. berdua mandi-mandi dikedinginan malam. aku melihat kalian, saling mendekap dan memagut dalam riaknya. kalian menginjak matahari yang tertidur lelap di dasar danau, tanpa membangunkannya. dia lelap. lelah oleh seharian waktu yang dipegangnya dan lelah oleh ulah2 manusia yang dilihatnya. dia membiarkan aku menjaga tanah sebelah sini, ketika dia masyuk bermimpi.

Mimpi bukan swamiku, bukan laki-lakiku. dia boleh menggagahi sesiapa, tapi bukan aku. aku sudah membebaskannya.

Bulan mengerjap, kau membunuhnya Rumput, desah rembulan sembari menggelengkan rambut cahayanya yang pucat itu. kau membunuh mimpi.

Rumput mengerjap, membiarkan bunga-bunga rumput terbang bersama semilir malam dari rambutnya yang terurai. ia mandi cahaya keperakan, begitu rapuh, namun begitu penuh tekad. aku menunggu ilalang, ia sebentar lagi akan datang, sebab hari-hari kami tinggal sebentar. aku hanya rumput. dan dia ilalang, kami bersepadan, tak perlu diantara mimpi.

ah... bisik Rembulan. aku tak mampu mengerti.

ya, bisik Rumput, tak ada yang perlu mengerti. hanya aku dan dia yang perlu tahu. itu cukup. Rumput bergegas menuju ke pintu, mendengar langkah-langkah yang kian mendekat. Kekasih? bisiknya lirih. Ilalang membuka pintu, dan menemukan.

Rembulan menutup mata malam, membiarkan bintang menari, dan meninggalkan dua kekasih berbincang dalam bahasa yang hanya mereka yang tahu.

---

Saya menyukai menulis yang seperti ini, karena menulis ini membebaskan saya untuk melakukan apa saja yang saya mau dengan gambar-gambar visual yang terbentuk di kepala saya tanpa perduli apakah gravitasi memperbolehkannya atau tidak.

Satu hal yang saya syukuri adalah, teman2 di sini mau-maunya ikut dalam petualangan ini, yang saya pikir tadinya akan saya jalani sendiri. Rencana awal menulis 1 tulisan fiksi setiap hari di sebuah blog yang sudah saya siapkan sendiri, akhirnya menjadi menuliskan sambungan kata-kata yang membentuk entah cerita seperti apa pada akhir tahun nanti, hehe, itu yang sedang saya lakukan sendiri, karena ingin saja melakukannya.

Well... tulisan yang di atas ini semoga saja tidak membuat ngantuk.. atau garuk2 kepala. ^^

10 comments:

Indah said...

Ngantuuukk??

Ayy ayy.. I love it, G!

Ntah kenapa gua suka tulisan yang memberikan "nyawa" untuk benda or makhluk hidup lain yang ngga bisa mengeluarkan suara dalam bahasa yang dimengerti oleh manusia, ahahaha :D

Karena mereka semua punya cerita.. hanya manusia aja yang ngga mengerti bahasanya maka manusia menganggap mereka ngga bisa berkisah, wakakakakak..

*rasanya gua tau postingan mana yang pengen gua posting terlebih dahulu buat giliran gua di hari Senin nantii, ahahaha :p*

Miss G said...

Hihi.. Indah, dalam hal-hal tertentu kita ini mirip banget kan ;) Lebih suka hal yang abstrak daripada yang bener2 nyata. Sebetulnya tulisan ini sumber inspirasinya adalah sebuah blog yg dulu sering banget saya datangi, dan di blog itu ada lagu yang sama terus, yg salah satu syairnya berbunyi: "harus malam ini.." saya ga tau siapa yang menyanyikan lagu itu, haha, PARAAAH!! Tapi entah kenapa, lagu itu memberikan gambaran2 mental yang akhirnya jadi kayak gini deh ceritanya. Plus, saya juga tahu kisah si pemilik blog tersebut, so klop deh..

Ingat ayat yg mengatakan bhw manusia itu bagaikan bunga rumput? Nah itu yg membuat saya berpikir ttg Rumput.

ami said...

haduuuh G bagus bangettt. daya khayalmu tinggi banget ya. aku sambil baca geleng2 kepala terus. haah bisa2nya G punya khayalan seperti ini dan ditulisnya pulak. fiuuuh aku belum nyampe situ dehh hehehe

Indah said...

Ahahaha.. maap ya, G, jadi komen duluan dan menyalahi tradisii, hihihi :)

Btw, sebenernya pertama baca judul and ngeliat kata "prosa", otak gua langsung mikir : haduuhh.. pasti sesuatu yang berat, ahahaha..

Untunglah akhirnya gua bisa ngga terlalu memikirkan sang judul and masuk ke dalam cerita.

And somehow, abis pertama baca jadi kepikiran terus, jadi baca ulang dhe and tau2 gua jadi bisa ngebayangin settingan malam yang diterangi sinar rembulan terus gua bisa ngeliat kemilau danau and bahkan gua bisa melihat sang rumput yang seakan punya mata, telinga, mulut, kaki, dan tangan layaknya manusia dengan kerlingannya menggoda Mimpi (yang masih belon berwujud dalam bayangan gua, ahahaha :p), betapa berbinar2nya mata Rumput ketika membicarakan ilalang, aahh..

I just lovee thissss ^o^

keisa said...

kerennnn....bagus banget mbak G, selaku pencinta malam, rasanya penggambaran Rumput dan Ilalang ini menarik saya untuk berkhayal lebih jauh didalam cerita mbak G, unik. Suka sama permainan kata & objek yang mbak gunakan;


Terimakasih, bisik Rembulan mesra. ingin aku mengecup pipimu. Ohoho... Rumput menggeleng, tidak bisa. aku bukan perempuanmu. aku adalah aku yang tidak harus tunduk pada keinginanmu. aku tak akan memasungmu, protes Rembulan, sungguh. Rumput berayun menggeleng. Tidak. dan tidak. dan tidak. aku sudah memilih siapa yang boleh mengusap pipiku dan mengecupnya.


cantik banget kan...;-)

*baca ulang jadinya*

liecita said...

sama kayak indah....aku ikut bayangin malam yang cerah, dihiasi cahaya bulan, trus ada angin semilir yang niup rumput hingga goyang2, didekat situ ada sebuah danau kecil...hihihi...bacanya sampe berulang-ulang, soalnya menurut aku ini pake bahasa tingkat tinggi :)

- said...

Saya benci tulisan ini. Benci sekali. Jangan menulis yang seperti ini lagi, Gratcia-san...
Prosa ini bikin saya jatuh cinta. Padahal, saya harus berhenti jatuh cinta, supaya bisa tidur.

Eucalyptus said...

Wah... speechless.... bagus bangeeeeeet... kapan ya saya bisa nulis kaya gini?

Winda Krisnadefa said...

G, gimana cara kamu merenung sampai kamu bisa tahu begitu dalam perasaan rumput, bulan...bahkan mimpi? dari jaman masih maen petsos, saya emang udah kagum sama daya khayal kamu yang menembus batas awang-awang...ckckckckck *geleng-geleng kepala*

Ceritaeka said...

Butuh dua kali membaca buat saya bisa memahami prosa ini mbak G (mungkin krn udh malam plus kapasitas otak say hahaha)

Anw, ini descriptive yang mengandung rasa. Aiiih! Saya suka! :) saya suka saat rembulan berbisik mesra... haduuuh rasanya koq romantis bener yaaa